TUBAN, PORTALTUBAN.ID – Yayasan Bina Anak Sholeh (BAS) Tuban memberikan klarifikasi resmi terkait pemberitaan dan perbincangan publik mengenai Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan menimbulkan berbagai tanggapan di kalangan wali murid.
Klarifikasi ini disampaikan sebagai bentuk penjelasan agar masyarakat memperoleh informasi yang utuh dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Pengasuh Ma’had Bahrul Huda, KH. Fathul Huda, menjelaskan bahwa program MBG sejatinya merupakan wujud nyata dari ajaran Islam tentang it’amut tho’am atau memberi makan kepada sesama, sebagaimana salah satu ciri dari haji mabrur.
“Ciri dari haji mabrur adalah memberi makan orang lain. Nah, yang dilakukan oleh Bapak Prabowo melalui program MBG ini adalah bagian dari it’amut tho’am,” terang KH. Fathul Huda.
Meski demikian, diakui KH. Fathul Huda, muncul sejumlah tanggapan dari sebagian wali santri. Ada yang mempertanyakan alasan diberikannya makanan gratis padahal sudah membayar biaya sekolah, bahkan ada yang sempat menuding bahwa program infak dilakukan dengan paksaan.
“Masyaallah, padahal jumlahnya tidak seberapa. Hal itu terjadi karena ibadahnya belum berpengaruh pada hatinya. Padahal tujuan menerima program MBG ini jelas dan halal, karena sumber dananya berasal dari APBN,” tegasnya.
Dalam penjelasannya, KH. Fathul Huda juga membeberkan secara rinci penggunaan dana program MBG. Setiap porsi makanan senilai Rp15.000, dengan pembagian, Rp3.000 digunakan untuk biaya operasional (ongkos masak, sopir, dan kebutuhan lain), Rp2.000–Rp3.000 untuk sewa dapur milik warga, Rp10.000 untuk pembelian bahan makanan sesuai standar harga dari Dinas Koperindag.
Selain itu, semua pembelian dan pencairan dana dilakukan secara transparan melalui rekening kepala dapur dan disesuaikan dengan laporan tagihan yang diverifikasi.
“Jika masih ada sisa, uang dikembalikan ke negara. Sebaliknya, jika kurang, pihak pengelola menambah sendiri. Tidak ada pengurangan hak bagi siapa pun,” jelasnya.
Program MBG, lanjut KH. Fathul Huda, juga berdampak besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Di beberapa wilayah seperti Talun dan Tuban, sekitar 100 titik dapur MBG memberdayakan hingga 5.000 orang, mayoritas ibu rumah tangga.
“Ibu-ibu di Talun yang dulu hanya mengupas bawang dengan pendapatan Rp20.000–Rp40.000 per hari, sekarang bisa mendapat hingga Rp100.000 per hari,” jelasnya.
Di wilayah Tuban saja, terdapat sekitar 100 titik dapur MBG, dengan masing-masing 50 pekerja. Artinya, sekitar 5.000 orang terserap tenaga kerjanya.
Selain itu, makanan dari dapur MBG tidak hanya dibagikan kepada para santri, tetapi juga disalurkan kepada masyarakat miskin di sekitar lokasi. Semua dilakukan secara terbuka dan diawasi bersama, agar tidak ada satu rupiah pun yang diselewengkan.
“Program ini bukan ladang bisnis, tapi ladang amal. Tidak ada hak siapa pun yang dikurangi, tidak ada kewajiban tambahan yang dibebankan. Justru program ini menjadi sarana untuk memperluas manfaat dan membuka lapangan kerja,” ungkap salah satu tokoh pendidikan yang turut mendukung MBG.
Ia menambahkan, bila ada pihak yang masih menganggap “infak kok dipaksa”, itu semata karena ibadahnya belum menembus hati.
“Program ini suci niatnya, jelas sumbernya, dan besar manfaatnya. Semoga mereka yang belum memahami diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yayasan ini tidak berorientasi bisnis. Semua pendapatan dari kegiatan MBG digunakan sepenuhnya untuk pendidikan dan kesejahteraan bersama,” tambah KH. Fathul Huda.
KH. Fathul Huda menegaskan bahwa semangat utama program MBG adalah kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.
“Inilah it’amut tho’am, memberi makan sesama. Semua dikembalikan untuk kemaslahatan. Membantu orang miskin bukan hanya untuk mereka, tapi juga kebaikan bagi diri kita sendiri,” ujarnya.
Ia pun berharap agar masyarakat dapat memahami esensi program ini dengan bijak, serta tidak mudah terpengaruh oleh isu.
“Semoga mereka yang masih berkata ‘infak kok dipaksa’ diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,” tutupnya.